Buku Tamu

New Post

Dr.M.W.M.Hekker.VOOROUDERCULTUS EN SJAMANISME IN BOLAANG MONGONDOW.



Penerjemah : A.M Datunsolang.Juli 2004. Syamanisme : Asal Usul dan Kepercayaan Leluhur Bolaang Mongondow.Yayasan SERAT dan Media Pustaka. Manado.


Dr.M.W.M.Hekker

VOOROUDERCULTUS EN SJAMANISME IN 
BOLAANG MONGONDOW.

Source: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 147, 4de Afl. (1991), pp. 445-453Published by: KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Stable URL: http://www.jstor.org/stable/27864267 .

M.W.M. HEKKER behaalde een doctoraal geschiedenis en cult?rele antropologie aan de Rijksuniversiteit te Leiden en is thans werkzaam als plaatsvervangend hoofd van de afdeling Opvang Vluchtelingen, Ministerie van Welzijn, Volksgezondheid en Cultuur. Hij is ge?nte resseerd in migrantenculturen, religieuze antropologie en de Minahasa. Eerder publiceerde hij: 'Mapalus in Nederland: Cultuurherstel onder Minahassische Immigranten', BK? 143, 1987, pp. 105-124, en 'Vooroudercultus en Sjamanisme in de Minahasa*, BKI144-1, 1988, pp. 64-83. Drs. Hekker is bereikbaar op: Westeinde 41, 2512 GT Den Haag.

Keramat Aog Simbuku


KERAMAT AOG SIMBUKU Di Modajag (Modayag) 


      Seberang Kali Moajat (Moayat) Pada suatu saat, Datu Binangkang yang disusung dari pantai selatan Bolaang Mongondow oleh Bogani-Bogani / Pengawal seperti :
  1. Warwatoi = Maruawatoi
  2. Alugarang = Alugarang
  3. Mogedag = Mogedag
  4. Dugian = Dugian
  5. Bantong = Bantong
  6. Jotang = Jotang (yotang)
  7. Korompojan = Korompojaw (korompoyan)
Kemudian menuju kesuatu tempat dengan menggunakan usungan. Tempat usungan dari Datu Binangkang dibawah oleh 4 Bogani dan 3 Bogani lainnya yang membawa Aog Simbuku sebagai persiapan. Tempat usungan dibuat dari Aog Simbuku yang waktu menyeberang kali Moajat (Moayat) karena saat itu banjir maka satu tempat usungan patah, kemudian setelah digunung yang pertama 1 lagi yang patah, lalu tiba lagi di gunung kedua 1 lagi juga patah.
Sehingga 3 buku/bulu (Aog Simbuku) yang dibawa oleh bogani-bogani itu patah. Setalah 3 Aog Simbuku itu diganti yang patah dan sebelum berangkat Datu Binangkang mengambil yang patah itu lalu ditanam diatas Gunung sebagai berikut. Gambar Gunung yang bernama AOG SIMBUKU (MATAGUNA-GUMA'): 


Gunung Mata Guna atau Mata Guma'. Mata Guna = Tempat perkumpulan semua pengetahuan. Masa Guma = Mata = Guma' = Sarong Peda (sarung pedang). Pada saat itu Datu Binangkang istirahat 3 jam. Sejak menaman Aog Simbuku, Datu Binangkang berkata : “Ompu' aog simbuku, iko in pinomia tanda ponandaan, kobiag bai kiadik bo ki ompuku mogama' bo Monginaa turun temurun. Ompu aog simbuku”. 


Referensi : Dikutip dari Z.P. Mokoagow. (djam 19:00 s/d 22:00 Sabtu-Minggu 29-05-1971)
Buku Himpunan Catatan Pra-Sejarah Totabuan. Sinindian.

Keris Solang 7 Bogani


Keris Pusaka dan “LONGKAB”


Keris tersebut diserahkan oleh orang-orang tua di Djawa pada saat itu yang menerima kebetulan berada di djawa. Keris tersebut adalah asli. Keasliannya ialah menurut historis adalah dipakai oleh  orang-orang tua kita (Bogani-Bogani) pada saat mereka berperang, pada saat itu atau istilah “SOLANG” dan dipegang oleh Bogani “KOROMPEAN” diantara 7 Bogani yaitu :
  1. Bogani "Darwatoi"  (Marwatoi)
  2. Bogani "Alugarang" (Mungarang)
  3. Bogani "Mogedag" (Talenga)
  4. Bogani "Durian" (Dugian)
  5. Bogani "Bantong"
  6. Bogani "Ojosang" (Ojotang)
  7. Bogani "Korompojaw" (Korompean).
Keris ini memang “Panas” bekas alat perang pada saat itu. Karena “BENGKO” bekas "Pinosolang in Bogani-Bogani. Pinonampang Pinonisi Kontosabuan bo dia Kosaawa, ni mogurus, mogonow, monaindi, eda inta pinoposarimaan ni inantagnja sampe mokobojo-bojo nadoonan tua longkab pusaka mogogiyang dia don inonowan bosinompia. Rongkab tanaa totok pabi pusaka muna karena naapa bekas pinobilorian koan Bogani Gorontalon inta ki palobaol".

"Gama ino bengko –ninitan in tosimbanoi Onownja : Bango malunow sinib ujung bolonoban bonuan. 7 manduru, 7 bulangawang, 7 nokoid in korimbonga, 7 nokoid (tubu in tukui). Bonoeon kom bango bo ponapu kon gumanja, bausua taboion in mogusalong ni tudu karamat Bumbungon, bo ni dingogan moluko moalus."

Referensi :
S. Pomayaan. 17 Agustus 1972. (Z.P. Mokoagow. Buku Himpunan Catatan Pra-Sejarah Totabuan. Sinindian)

Posad dan Mododuluan


Sistem Gotong Royong


Bentuk gotong-royong / tolong-monolong dalam masyarakat Bolaang-Mongondow yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu :
  1. Pogogutat dan Potolu adi’
  2. Tonggolipu’
  3. Posad (mokidulu) dan Mododuluan (desa Abak)
Sejak dahulu tujuan kehidupan bergotong-royong ini tetap sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda.1) Seperti :

  1. Pogogutat dan Potolu adi’
    Pogogutat berasal dari kata utat yang berarti : saudara (kandung, sepupu).Potolu adi’ asal kata : Tolu adi’ (motolu adi’) yang berarti : ayah, ibu dan anak-anak (tolu = tiga, adi’= anak). Potolu adi’ : lebih bersifat kekeluargaan. Contoh pogogutat: bila ada keluarga yang hedak mengadakan pesta pernikahan anak, maka sesudah didapatkan kesepakatan tentang waktu pelaksanaanya, disampaikanlah hasrat tersebut kepada sanak keluarga, bahkan kepada seluruh anggota masyarakat dalam satu desa. Dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan pernikahan, berdatanganlah kaum keluarga, tetangga, warga desa, dibawah koordinasi pemerintah, guhanga atau tua-tua adat, ketua rukun dan lain-lain membantu kelancaran pelaksanaan pesta. Kaum pria membawa bahan seperti : bambu atap rumbia, tali rotan, tali ijuk, tiang pancang bercabang dan bahan-bahan lain untuk mendirikan bangsal. Ada yang membawa gerobak berisi kayu api, tempurung, sabut kelapa dan lain-lain untuk bahan pemasak. Pada saatnya mendekati hari pernikahan, para pemuda remaja pria dan wanita datang membantu meminjam alat-alat masak, alat makan, perlengkapan meja makan, menghias bangsal, puadai, dan lain-lain. Ada yang membantu persiapan di dapur, mengolah rempah-rempah dan lain-lain. Suasana diliputi kegembiraan, tawa dan gelak terdengar. Pada saat pelaksanaan pesta nikah, para remaja dan pemuda itu membantu pelayanan kepada para tamu undangan. Kaum wanita pada sore hari menjelang malam berdatangan membawa bahan : beras, ayam, minyak kelapa, minyak tanah, rempah-rempah, gula putih, gula merah dan lain sebagainya keperluan dapur. Semua bahan yang dibawa baik oleh kaum pria ataupun oleh kaum wanita, adalah berupa sumbangan ikhlas, tanpa menuntut imbalan karena rasa kekeluargaan yang besar dan toleransi yang tinggi (unsur persatuan dan kesatuan demi kesjahteraan bersama).

  2. Tonggolipu
    ’Tonggolipu’ : asal kata lipu’ yang berarti : desa, kampung, tempat kediaman. Bila ada rencana pembangunan dalam desa (sekolah, rumah ibadah, jalan, jembatan, rumah tempat tinggal dan lain-lain), maka seluruh anggota masyarakat secara serentak mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dimaksud tanpa paksaan, tapi atas kesadaran sendiri. Kaum wanita datang membawa makanan dan minuman. Dalam kegiatan seperti itu bahan dan ramuan sudah disediakan terlebih dahulu seperti bahan bangunan dan lain lain. Bila ada anggota masyarakat yang meninggal, maka para tetangga serentak berkumpul membuat bangsal dan menyediakan tempat duduk dan membantu pekerjaan pemakaman sampai selesai. Dahulu adalah merupakan kebiasaan, keluarga datang berkunjung ke rumah duka untuk menghibur dengan mengadakan permainan tertentu seperti : monondatu, mokaotan, mokensi, monangki’, dan lain-lain. Kegiatan seperti itu diadakan mulai 7 sampai 14 malam, selama tongguluan (tempat tidur berhias) masih belum dikeluarkan. Kini acara-acara seperti itu diisi dengan kegiatan-kegiatan agama.

  3. Posad (mokidulu) dan Mododuluan (desa Abak)
    Posad atau mokidulu : Posad berarti berarti saling membantu. Umumnya posad ini sudah berbentuk organisasi. Koordinator membentuk organisasi dengan sejumlah anggota sesuai keperluan. Anggota posad mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dalam arti saling berbalasan. Bekerja membersihkan kebun bersama-sama dengan ketentuan, setiap anggota kelompok akan mendapat giliran kebunnya dibersihkan. Dalam posad biasanya ada sanksi, yaitu anggota yang tidak aktif akan dikeluarkan dari keanggotaan, beberapa ketentuan sesuai kesepakatan, misalnya : setiap anggota posad dalam melaksanakan pekerjaan ada yang membawa bekal sendiri, tapi agak berbeda dengan mokidulu (minta bantuan), seseorang minta bantuan tenaga dari sejumlah teman untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan, ada yang bekerja secara sukarela, ada pula yang mengharapkan untuk dibalas.

Sedangkan dalam sistem Posad terdapat perbedaan dengan sistem Mododuluan (desa Abak). Posad apabila telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan si pengambil inisiatif merasa terikat oleh kewajiban untuk mengembalikan jasa yang diperolehnya kepada para pembantunya. Sedangkan Mododuluan setelah menyelesaikan suatu pekerjaan, para pembantu itu langsung diberi balas jasa (misalnya menyediakan makanan), sehingga si pengambil inisiatif tidak merasa terikat oleh suatu kewajiban para pembantunya tadi, karena tolong menolong berdasarkan sistem Mododuluan tidak mempunyai suatu kelompok kerja yang tetap dan tidak terikat oleh suatu perjanjian tertentu.2)

1). Seri Kebudayaan Bolaang-Mongondow (tanpa pengarang dan tahun penerbit).
2). Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta. 1983.







Putri Pingkan Dan Meninggalnya Matindas


Sejarah tentang “Pingkan Dan Matindas” 


 Pingkan adalah seorang diantara Putri yang tercantik didaerah wilayah sekitar Gunung Kelabat (Wilayah Tonsea) demikian pulalah Mantindas adalah seorang jejaka yang cukup cantik berwibawa dan jujur serta rajin. Gotong-royong atau mapalus pada saat itu memang sudah ada didaerah Minahasa bahkan istilah adat kesenian (maengket sudah ada). 

 Kedua putri dan putra tercantik ini kebetulan pula berdekatan kebun, dimana mereka bergabung pada mapalus pemuda-pemudi. Pada suatu ketika mereka akan berkumpul disuatu tempat bernama “Makalisung” yang sedianya pertemuan itu berlaku sebelum tengah hari, tapi karena hujan terus menerus maka datanglah banjir besar dari hulu danau Tondano dimana kedua insan itu harus menyeberang. Oleh Matindas telah diusahakan daya untuk menyeberang sungai yang sedang banjir itu. Maka Matindas mencari daerah yang agak sempit dan membuat titian dari 2 ujung buluh air yang panjang sebagai alat untuk mereka menyeberang. Menyeberang pertama adalah putri Pingkan sedangkan matindas pada saat itu mengadakan persiapan untuk menyusul menyeberang sungai yang sedang banjir. Tetapi apakah hendak dikata sewaktu Pingkan sedang berada diatas buluh sebagai titian itu buluh tempat memiti patah dan putri Pingkan hanyut dibawah banjir yang sangat derasnya. Melihat keadaan itu maka Matindas tanpa memperhitungkan akibatnya terus melompat kedalam air dan mengejar pada putri Pingkan diatas banjir yang sedang mengganas itu, dan dengan Kuasa Tuhan para saat itu Pingkan dapat diselamatkan dimuka maut dan keduanya dengan segala selamat dapat berhasil tiba diseberang. 

 Dengan dasar itulah maka putri Pingkan Lumelenoan menyampaikan kata hati sebagai balas jasa pada Matindas, sbb : "Tanpa Matindas Pingkan akan mati dan mati lemas, dan kata-kata hati Pingkan itulah sebagai pasrah pembelaan dimuka maut oleh Matindas pada Pingkan. Aku bersedia untuk kelak menjadi buah hatimu". Matindas pada saat itu tidak dapat menjawab sepata-katapun hanya disambut dengan senyuman dan disertai air mata yang bersamaan dari kedua makhluk Tuhan pada saat itu. Dan sebagai suatu cendera mata maka putri Pingkan telah menghadiakan satu buah ukiran / patung dari kayu kemuning yang benar-benar mirip dengan muka dari Pingkan. Dengan kata-kata dari Pingkan "kemanalah Matindas bila ingat terhadapku pandangilah dan ciumlah patungku ini". Pingkan pada saat itu telah berpisah dengan Matindas karena Matindas mengembara di Minahasa Utara ke Selatan (Minahasa Tengah) untuk bersama-sama mempertahankan daerah pantai Utara yang diserang oleh Laskar Kerajaan Bolaang Mongondow. Maka dalam pertempuran yang sangat itu jatuhlah patung dari Putri Pingkan itu ketangan Laskar Kerajaan Mongondow. Oleh laskar yang kembali kedaerah Mongondow selain menang dalam pertempuran telah mempersembahkan sebuah patung yang sangat cantik kepada Raja dan oleh Panglima Perang Mongondow. Setelah Raja mengirimi Laskarnya untuk mencari dimana sebenarnya perempuan yang mirip dengan patung tersebut diseluruh kawasan daerah Minahasa maka akhirnya diketemukan yang sama dengan patung itu di wilayah desa Tiniawangko pada saat itu Pingkan sedang membawah pisang mas. Diadakanlah penyelidikan Putri itu asalnya dari mana maka ternyata dia adalah gadis Tonsea yang bernama Pingkan kekasih Matindas bertempat dibawah Gunung Klabat didaerah / desa bernama Makalisung. Beberapa Perahu laskar dari Mongondow yang dikirim untuk merebut daerah pertahanan wilayah Lembeh dan Bangka dan akhirnya dibawah pimpinan Panglima Mogogunoi menyerang kema dibawah pimpinan panglima Minahasa Matindas setelah beberapa kali bertempur Matindas gugur, tanpa kubur dan Mogogunoi lah yang menguasai wilayahnya itu dan putri Pingkan berada ditangan Mogogunoi. 

Referensi : Dikutip dari (Z.P. Mokoagow. Buku Himpunan Catatan Pra-Sejarah Totabuan. Sinindian. tanpa tahun, diperkirakan ± 1972-1973).

Limbuong Pusaka


Asal Kata MONGONDOW “ MOMONDOW ”


Jauh sebelum zaman besi yang masih dapat dikatakan Daerah Totabuan ini masih primitif, maka pada saat itu memang sudah ada pimpinan penduduk yang dipandang sebagai Radja yang bertanggung jawab terhadap wilayah-wilayah atau daaerah dimana Bogani-Bogani itu berada.

Pada suatu saat yang dipandang sebagai Radja yang bernama "Punu Modeong" (Punu = Radja sedangkan Modeong adalah nama) telah memerintahkan kepada 2 orang Bogani, 1 Bogani bernama Bulu berasal dari dataran Lolayan sedangkan Bogani Lumengku' berasal dari Tudu in Sia' (Gunung Sia) untuk mencari ikan (berburu babi) untuk makanan Radja.

Bogani ki Bulu ini sudah mendapatkan satu ekor babi yang agak kecil, sedangkan Bogani ki Lumengku pada saat itu belum juga mendapatkan babi, maka untuk itu ki Bulu memerintahkan pada ki Lumengku untuk mencari air guna dipakai pada pembantaian/pencuci daging babi tersebut.

Bogani Ki Lumengku ini kesana-kemari mencari air tapi juga tidak ditemukan mata air. Lalu ia Nomondow dalam bahasa Totabuan tidak ada air.

Akhirnya Bogani ki Bulu ini mengambil tongkatnya lalu menikamkan ketanah dan karena berkatnya " I Togu Inta Kitogi Kahendak ", berbunyilah tongkat itu RUUUKK pertanda bahwa ada mata air dimana tongkat itu ditikamkannya.

Kemudian Bogani Ki Bulu berkata pada Bogani Ki Lumengku, tidak usahlah engkau Momondow dan mari gali tempat ini, sebab disini ada mata air. Mata air itulah yang menjadi Sumur Pusaka yang terletak di desa yang sekarang ini Desa Mongondow yang telah dicari dan digali dibawa penyelidikan oleh pejabat BKDH (Bupati Kepala Daerah Bolaang-Mongondow Bpk. Oemaroeddin N. Mokoagow pada tanggal 27 Desember 1972 bersama-sama dengan Ketua DPRD Kabupaten Bpk. Ismail Tolat, anggota DPRD Kab. Bpk. Zakaria P. Mokoagow, serta ajudan BKDH Bpk. F. Manoppo, BA ).

Kembali kita pada zejarah penggalian sumur tadi oleh Bagani Ki Bulu dan Bogani Ki Lumengku. Lalu mereka membantai babi tadi kemudian dibuatlah satu tempat Pufu  (tempat pemanggangan) atau Totaboian Mointok dan disanalah tempat mereka membagi hasil perburuannya. Mereka juga membuat Totaboian Moloben ditempat yang sekarang di sebut Desa Motoboi Besar. Sedangkan Totaboian Mointok ialah Desa Motoboi Kecil.

Tempat wilayah perburuan ialah wilayah selatan batas Desa Motoboi Kecil ke Desa Motoboi Besar adalah tempat berburuhnya Bogani Ki Bulu sedangkan dari Desa Motoboi Kecil ke Desa Motoboi Besar ke utara adalah tempat berburunya Bogani Ki Lumengku.

Demikianlah sekedar sejarah ringkas mengenai "Limbuong Pusaka " yang terletak di Desa Mongondow yang pernah Kinunsi' in Singo', In Manuk karena Ai Tomambai Tonga' Aindon Binuka in Tonawat in Totabuan; ialah Pejabat BKDH BM (Bupati Kepala Daerah Bolaang-Mongondow) Bpk. Oemaroeddin N. Mokoagow.

Referensi :
Z.P. Mokoagow (Mendapat Gelar Tonawat). Buku Himpunan Catatan Pra-Sejarah Totabuan.(tanpa tahun , perkiraan sekitaran 1972 sesuai umur dan tahun kejadian).
 
Copyright © 2012. Lipu' Kobayagan - All Rights Reserved.
Proudly powered by Blogger